sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id wd
Kamis, 27 Jun 2019 17:14 WIB

Andryanto C. Wijaya, pimpin BenQ Indonesia hingga jadi nomor 1

BenQ memiliki tiga pilar utama dalam produknya: proyektor, monitor dan professional display. Khusus proyektor, mereka menerapkan teknologi DLP dan menjadi nomor satu di dunia.

Andryanto C. Wijaya, pimpin BenQ Indonesia hingga jadi nomor 1

BenQ tidak melakukan setengah-setengah dalam menghadirkan suatu produk. Maksudnya adalah benar-benar membedakan antara segmen untuk bisnis dan untuk edukasi. IFP khusus keperluan edukasi dilengkapi dengan panel anti kuman demi kesehatan murid dan guru serta teknologi Eye-Care eksklusif BenQ mengingat proses belajar-mengajar memerlukan sekitar 8 jam sehari.

Beda lagi dengan IFP untuk keperluan bisnis yang digunakan sekitar 1 jam saat rapat sehingga teknologi Eye-Care tidak terlalu diperlukan. IFP untuk keperluan bisnis juga tidak memerlukan kecerahan yang tinggi mengingat peserta rapat tidak akan terlalu dekat dengan layar seperti guru yang sedang menerangkan pelajaran pada murid-muridnya. Dengan demikian, BenQ sangat membedakan target fungsi antara masing-masing segmen.

Sebagai informasi, IFP BenQ RP654K yang telah dirilis dua tahun lalu mendapatkan respons yang sangat baik di pasar Indonesia. Kondisi ini semakin ditunjang dengan kehadiran RP650IK yang menambah beberapa fitur terdepan seperti Air Quality Sensor, Cloud Whiteboard, Account Management System dan beragam fitur menarik lainnya.

Andry sempat menjelaskan bahwa masa depan proyektor akan menjadi lebih spesifik berdasarkan penggunaannya. Dirinya mengatakan dulu proyektor hanya dibedakan berdasarkan tingkat kecerahannya, yang mana lumen tinggi untuk kebutuhan presentasi di gedung besar; sedangkan lumen rendah untuk keperluan rumahan.

“Pertumbuhan dari proyektor sendiri sekarang sudah makin spesifik. Kalau dulu tidak dibedakan menjadi spesifik untuk kebutuhan rumah, bisnis dan untuk presentasi di aula besar. Secara umum hanya dibedakan pada lumen. Tetapi semakin ke sini sudah benar-benar spesifik ke segmen,” terang Andry.

Meski demikian, saat ini secara umum 80 persen proyektor tergolong mainstream atau belum masuk ke segmen tertentu. 20 persen sisanya masuk ke dalam segmen berbeda seperti proyektor untuk keperluan home theater, bisnis, edukasi, presentasi, dan sebagainya.

Dewasa ini, teknologi pembuatan film semakin mutakhir. Selain dengan biaya yang mahal, ada suatu pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara untuk para penonton. Oleh karenanya Andry lebih suka menonton film lewat proyektor lantaran mampu menghasilkan gambar lebih besar jika dibandingkan dengan televisi. Menonton gambar yang lebih besar akan menghadirkan pengalaman lebih optimal sebab menampilkan detil tajam.

Memang, televisi ada yang berukuran besar, tetapi harganya jauh lebih mahal ketimbang proyektor. Selain itu, teknologi DLP dari BenQ mampu menghasilkan warna cerah dengan detil unggulan karena resolusi 4K sesungguhnya, bukan hasil upscaling. Karena proyektor tidak memaparkan cahaya langsung ke mata pengguna, proyektor lebih nyaman dilihat ketimbang televisi.

“Detil aktivitas pada film dapat dilihat pada saat layar itu besar. Sebesar-besarnya TV yang ada itu sekitar ukuran 75 inci, tetapi harganya sangat mahal,” katanya.

Ketika saya tanya adakah tantangan monitor BenQ terhadap Smart TV, Andry menjawab ini dapat dianalogikan seperti kamera smartphone dan kamera sesungguhnya. Smart TV bagaikan kamera smartphone lantaran semua fitur dapat dimasukkan ke dalam satu perangkat.

Ketika bekerja, atau mengakses komputer, mata akan lebih nyaman karena monitor memiliki teknologi khusus kesehatan mata seperti Blue Light Filter dan Anti Flicker. Jadi tantangannya adalah bagaimana cara menyuguhkan optimasi monitor untuk digunakan berlama-lama. Saya sendiri sudah banyak mengulas monitor, ada teknologi singkronisasi frame rate bernama G-Sync dari Nvidia dan FreeSync dari AMD. Keduanya membantu menghadirkan tampilan mulus ketika bermain gim.

Dalam hal proyektor sendiri, pembedanya adalah ada segmen untuk home theater, proyektor berteknologi laser, selanjutnya ada pula proyektor yang lensanya dapat ditukar. Inilah value dari BenQ karena mereka tidak sekadar main di komoditi. Selain bertahan, perusahaan ini juga yakin mereka dapat terus tumbuh.

Beberapa waktu lalu saya sempat mengulas proyektor terbaru BenQ, yaitu W2700. Proyektor ini dikhususkan untuk melengkapi perangkat home theater dengan resolusi 4K. Andry menyatakan kehadiran proyektor anyar ini adalah upaya BenQ untuk mengadirkan pengalaman yang didapatkan di bioskop akan didapatkan pula di rumah. Sekitar 4 atau 5 tahun lalu, menghadirkan pengalaman menonton di rumah layaknya di bioskop akan memerlukan biaya hingga ratusan juta. Tetapi W2700 hadir dengan harga terjangkau untuk kelas proyektor home theatre.

“BenQ selalu melakukan inovasi membuat proyektor lebih kecil dan berukuran lebih ringkas tetapi standar performa tetap sama. Bioskop memiliki beberapa standar rentang warna. Ada Rec.709, DCI P3, REC.2121. Proyektor BenQ juga memiliki standar warna tersebut. Artinya dengan mendukung standar tersebut, kami memindahkan kualitas bioskop ke rumah, tetapi dengan harga terjangkau,” tutup Andry.

Editor
Share
×
tekid
back to top