Zaki Falimbany dan pasang surut startup Codemi
Peralihan fokus justru mengantarkan Zaki Falimbany membawa nama Codemi semakin populer dan tumbuh signifikan
Codemi (Collaboration Academy Indonesia), startup penyedia sistem learning bagi perusahaan meraup banyak pengguna dalam waktu yang cukup singkat. Melalui layananya bertajuk Codemi Learning, startup Tanah Air ini digunakan oleh lebih dari satu juta user hanya dalam waktu sekitar dua tahun.
Mulanya Codemi tak menyasar perusahaan sebagai kliennya melainkan end-user yang membutuhkan konten e-learning. Namun diakui Founder dan CEO Codemi, Zaki Falimbany, trainer yang dimilikinya merupakan orang-orang yang sibuk sehingga Codemi tak mampu menyajikan konten secara aktif.
Atas hal tersebut Codemi kini memfokuskan diri untuk menyediakan sistem training bagi perusahaan berskala besar. Siapa sangka, peralihan fokus ini justru mengantarkan Zaki membawa nama Codemi semakin populer dan tumbuh signifikan.
Lahirnya Codemi
Zaki Falimbany memberanikan untuk membuat startup dengan mengikuti Founder Institute pada 2013. Dalam program tersebut ia diinkubasi selama empat bulan untuk belajar seluk beluk startup. Zaki diminta untuk mencari tiga ide bisnis apapun.
"Itu diajarin caranya bagaimana bikin startup. Itu mentor-mentornya kelas-kelas mengerikan semua lah. Dari situ disuruh nyari tiga ide bisnis apapun. Salah satunya waktu itu yang saya bawa itu Codemi," kata Zaki mengenang.
Dalam program ini, Zaki membangun startup-nya sendirian. Ia bahkan tak mengira bahwa Founder Institute mengharuskannya mencari ide untuk membangun startup. Zaki justru mengira program tersebut merupakan sebuah kursus.
Setelah Codemi terbentuk, Zaki mengajak rekannya untuk membangun Codemi lebih lanjut pada 2014. Namun Zaki menyebut banyak yang tidak cocok dengan kehidupan startup yang tidak pasti, sehingga ia ditinggal rekan-rekannya tersebut. Meski begitu, Zaki tetap berupaya mengembangkan karyanya.
Tak Lulus Kuliah
Alih-alih membiarkan Codemi, Zaki memilih untuk tetap bertahan meski ia pun menyadari ketidakpastian dalam membangun startup. Keyakinan ini berangkat dari kesalahan Zaki di masa lampau. Diakui Zaki, dirinya tak lulus kuliah. Padahal ketika ia berstatus mahasiswa, ia membantu seniornya mengerjakan skripsi.
"Saya pernah membuat satu kesalahan gede, tidak lulus kuliah. Jadi pada saat itu skripsi enggak saya kerjain, saya malah negrjain skripsi senior saya dua orang, terus dibayar. Dari kuliah udah mulai kerja dan wirausaha. Dan itu keputusan yang salah banget, tidak lulus kuliah," tutur Zaki
"Logikanya paling gampamng adalah pekerjaan saya nggak bisa jauh (dari tingkat SMA). Jadi saya nggak punya exit strategy. Mau nggak mau, suka nggak suka, ini yang harus dikerjain (startup), ya itu. Dan pada akhirnya, oh ternyata enak juga sih, seneng-seneng aja gitu," Zaki menambahkan.
Beruntung Zaki telah terbiasa dengan dunia teknologi dimana ia mampu membuat website, sistem dan lainnya meski tak kuliahnya tak lulus. Alhasil membangun startup Codemi masih bisa ia kendalikan.
Sepintas, kisah pendidikan Zaki Falimbany memang seperti Mark Zuckerberg maupun Bill Gates yang memutuskan untuk drop out dan mengembangkan startup mereka. Namun demikian, Zaki tak ingin hal tersebut ditiru banyak orang. Pasalnya ia menuturkan, ratusan bahkan ribuan orang tak meraup kesuksesan yang sama meski memutuskan untuk DO.